Jumat, 22 Juni 2012

Cerita rakyat dari Sulawesi Tenggara Kendari

Nini dan Putri Ikan.
Di sebuah pedesaan bawah laut tinggallah Nini seekor ikan kecil berwarna biru bersama keluarganya. Karena masih kecil Nini dilarang ibunya untuk keluar rumah. Keseharian Nini adalah bermain-main di sekitar rumahnya. Padahal Nini ingin sekali berenang keluar dari rumah seperti ikan lainnya yang bebas berenang kemanapun mereka inginkan. Pada suatu hari ketika Nini sendirian di rumah datanglah ikan-ikan kecil lainnya. Mereka sangat cantik dan berwarna-warni, ada si kuning bergaris-garis putih, keemasan, dan biru seperti dirinya. Nini senang sekali.

Ikan-ikan kecil itu mendatangi Nini dan mengajaknya bermain di luar rumah, mulanya Nini keberatan sebab takut dimarahi ibunya. Namun ketiga teman Nini terus membujuknya dan mengatakan bahwa pemandangan laut lainnya amat menarik, mereka juga berjanji akan menjaga Nini. Setelah berfikir akhirnya Nini ikut bersama teman-temannya bermain di luar rumah.
Nini sangat terkesan dengan pemandangan di permukaan laut, dia melihat kapal yang besar dan ombak laut yang bergulung-gulung. Nini berenang mengitari kapal besar tersebut, karena terlalu senang Nini lupa pada pesan ibunya agar jangan pergi jauh. Tanpa terasa hari sudah beranjak senja, Nini yang tersadar kebingungan karena ditinggal sendiri oleh teman-temannya. Dia tidak tahu jalan pulang. Ketika itulah terdengar suara lembut dari arah belakang. Ternyata dibelakang Nini ada seekor putri ikan yang cantik.

Putri ikan melihat Nini kebingungan. Dihadapan putri ikan Nini mengatakan bahwa dirinya tersesat dan tidak tahu jalan pulang. Putri ikan yang merasa kasihan akhirnya berjanji akan menolong Nini kembali ke rumah. Ketika itu putri ikan selalu melihat ke arah kapal besar yang sedang berhenti. Nini merasa heran lalu bertanya kenapa putri ikan selalu memandang ke arah kapal itu. Tiba-tiba wajah putri ikan menjadi muram, dia lalu mengatakan bahwa dirinya dulu adalah seorang putri yang cantik.

Putri cantik itu bernama Kanaya. Namun, karena ulah seorang nenek sihir Putri Kanaya di sihir menjadi manusia setengah ikan. Putri Kanaya mempunyai seorang kakak yang bernama Miruni. Miruni merasa iri dengan Putri Kanaya karena pangeran tampan yang lebih memilih putri Kanaya dibanding Miruni. Karena rasa iri tersebut, Miruni mencari seorang nenek sihir untuk mengubah Kanaya menjadi manusia setengah ikan. Putri Kanaya hanya akan sembuh jika dirinya bertemu dengan pangeran dan menikah dengannya.

Nini yang mendengar cerita itu merasa kasihan lalu berniat ingin menolong Kanaya. Nini berenang mendekati kapal besar dan melompat ke atas kapal. Dirinya jatuh tepat di kaki pangeran tampan yang mencintai Kanaya. Nini lalu menjelaskan kepada pangeran bahwa dirinya adalah teman Kanaya, putri yang telah disihir menjadi manusia setengah ikan. Nini juga menjelaskan bahwa sihir itu akan hilang jika pangeran bersedia menikah dengan putri Kanya.

Pangeran yang mendengar penjelasan itu merasa senang karena dapat bertemu kembali dengan Kanaya. Dia lalu membawa Nini menuruni kapal dan pindah ke sampan kecil untuk menemui Kanaya di lautan. Nini kemudian di lepaskan ke dalam air dan membawa pangeran bertemu dengan Kanaya. Setelah bertemu pangeran berjanji akan menikah dengan Kanaya. Saat itulah dengan perlahan-lahan Kanaya berubah menjadi manusia. Ekornya berubah menjadi sepasang kaki yang cantik.

Putri Kanaya tidak melupakan janjinya kepada Nini, dengan bantuan seekor ikan teman Kanaya, Nini dibawa pulang menuju rumahnya. Putri Kanaya menikah dan hidup di pinggir pantai bersama pangeran. Nini dan teman-temannya sering datang mengunjungi mereka yang telah hidup bahagia.

Cerita Rakyat dari Sulawesi Tenggara tentang Nini dan Putri Ikan adalah cerita rakyat yang menceritakan Nini seekor anak ikan yang tidak mengindahkan perintah orang tuanya. Sedangkan Putri Ikan dikutuk oleh penyihir. Untungnya kedua ikan itu dapat menyelesaikan masalah dengan baik.

Putri Pandan Berduri

Asal Mula Persukuan di Pulau Bintan

Dahulu kala di Kepulauan Riau hiduplah seorang Batin dari sekumpulan suku laut di Pulau Bintan. Batin tersebut bernama Batin Lagoi. Suatu hari Batin Lagoi sedang berjalan-jalan di pantai yang ditumbuhi semak-semak pandan yang lebat. Tengah asik berjalan tiba-tiba Batin Lagoi mendengar suara tangisan dari semak pandan yang lebat itu. Batin Lagoi segera mencari asal suara tersebut, lalu terkejutlah dia ketika melihat seorang bayi perempuan yang tergeletak di tengah semak pandan sambil menangis. Batin Lagoi merasa iba dan segera membawa pulang bayi tersebut. Bayi perempuan yang cantik itu kemudian diberi nama Puteri Pandan Berduri.
Batin Lagoi sangat menyayangi Puteri Pandan Berduri dan merawatnya bak puteri raja. Segala keingan puteri di turuti oleh Batin Lagoi. Banyak inang di sekeliling puteri yang siap melayani semua kebutuhan Puteri Pandan Berduri. Akan tetapi Puteri Pandan Berduri bukanlah orang yang sombong. Justru dia adalah puteri yang halus tutur bahasanya, lembah lembut serta baik budi pekertinya. Batin Lagoi semakin menyayangi sang puteri.
Pada suatu hari Puteri Pandan Berduri sedang berjalan-jalan ke tengah kampung dan bertemu dengan seorang nenek yang membawa kayu bakar. Nenek tersebut kelihatan tua renta dan kepayahan membawa kayu bakar yang jumlahnya banyak sekali. Puteri Pandan Berduri lalu mendekati si nenek dan menanyakan kenapa nenek tersebut masih membawa kayu bakar padahal usianya sudah tua. Nenek tua itu lalu menjawab bahwa dia tinggal sebatang kara sehingga tidak ada yang menolongnya. Lalu Puteri Pandan bertanya kembali kenapa nenek tersebut tidak meminta orang lain untuk membawa kayu bakar itu. Mendengar pertanyaan puteri, nenek tersebut tersenyum dan berkata bahwa dia masih kuat dan tidak mau menggantungkan hidupnya pada siapapun. Dia harus bekerja keras setiap hari walau kebutuhannya sudah cukup. Harta yang melimpah akan habis suatu hari nanti jika kita tidak terus mencari nafkah dan hanya duduk diam saja.
Jawaban nenek itu telah menggerakkan hari Puteri Pandan Berduri tentang sebuah arti hidup dan kerja keras untuk tetap bertahan hidup. Sesampainya di rumah Puteri Pandan meminta ijin pada Batin Lagoi untuk meninggalkan rumah sementara waktu. Puteri Pandan Berduri ingin belajar dari nenek tua yang telah ditemuinya beberapa waktu lalu. Mendengar permintaan puterinya, Batin Lagoi merasa keberatan sebab mengkhawatirkan keselamatan sang puteri. Namun Puteri Pandan Berduri tetap bersikukuh untuk pergi dari rumah dan belajar kepada di si nenek.
Akhirnya Batin Lagoi menyetujui permintaan puterinya. Puteri Pandan Berduri segera pergi dari rumah. Dia hanya membawa beberapa pakaian sederhana sebagai bekal ganti dan tidak ada seorang inang pun yang ikut bersamanya. Si nenek terkejut mendengar permintaan Puteri Pandan Berduri yang ingin tinggal bersamanya. Namun si nenek tidak mencegah dan akhirnya tinggallah Puteri Pandan Berduri di rumah nenek tersebut. Hari demi hari Puteri Pandan Berduri menolong pekerjaan si nenek, mulai dari mencari kayu di hutan untuk kemudian dijual di pasar, menanak nasi, membersihkan rumah dan halaman, mencuci baju sendiri dan lain sebagainya. Puteri Pandan Berduri merasa senang dengan pekerjaannya walaupun dia terlihat sangat lelah.

Setelah beberapa lama tinggal di rumah si nenek, Puteri Pandan Berduri pulang kembali ke rumahnya dengan bekal ilmu yang di dapat selama tinggal bersama si nenek. Puteri Pandan Berduri menjadi seorang puteri yang bijaksana, semakin baik budi pekertinya dan membantu ayahnya mencari nafkah. Selama ini Puteri Pandan Berduri tidak mengerti cara mencari nafkah namun kini dia faham bahwa harus bekerja keras walaupun sudah hidup berkecukupan. Kelembutan Puteri Pandan Berduri ternyata telah memikat hati seorang pemuda bernama Jenang Perkasa. Pemuda yang memiliki budi pekerti yang baik itu kemudian mendatangi Batin Lagoi dan bermaksud untuk meminang Puteri Pandan Berduri untuk menjadi istrinya. Akhirnya merekapun menikah dan hidup bahagia. Pasangan suami istri ini menggantikan Batin Lagoi yang sudah mangkat dan melahirkan keturunan yang menjadi cikal bakal penduduk Pulau Bintan. Cerita Rakyat Melayu ini menceritakan tentang Batin Lagoi yang menemukannya Puteri Pandan Berduri dan keinginan putri untuk belajar kepada seorang nenek sederhana.

Kamis, 21 Juni 2012

Mahligai keloyang



Mahligai Keloyang, Asal Mula Nama Kelayang

Riau - Indonesia


Kelayang adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, Indonesia. Dulu, Kelayang adalah nama sebuah desa yang dikenal dengan Keloyang, sedangkan Keloyang berasal dari Kolam Loyang. Konon, pada zaman dahulu kala, Kolam Loyang ini merupakan tempat sekumpulan bidadari dari kayangan yang bisa terbang melayang. Setiap malam bulan purnama, para bidadari tersebut datang ke Kolam Loyang itu untuk mandi. Suatu ketika, seorang Datuk dari Kerajaan Indragiri bernama Datuk Sakti menghiliri Sungai Keruh (sekarang Sungai Indragiri) untuk melihat keadaan rakyatnya. Karena kelelahan, ia pun beristirahat di bawah sebuah pohon di tepi Kolam Loyang. Tiba-tiba, sekumpulan bidadari yang hendak mandi di Kolam Loyang turun dari kayangan. Datuk Sakti terpana melihat kecantikan para bidadari itu. Ia kemudian berpikir untuk memperistri salah satu di antara bidadari itu. Dengan berbagai usaha, Datuk Sakti berhasil menikahi bidadari itu. Namun, akhirnya mereka berpisah. Apa saja usaha-usaha Datuk Sakti tersebut? Bagaimana Datuk Sakti berpisah dengan bidadari itu? Temukan jawabannya dalam cerita Mahligai Keloyang.  

Pada suatu masa, Kerajaan Indragiri mengalami zaman keemasannya. Ibukota kerajaan yang menjadi pusat pemerintahan berada di Japura. Semula Japura bernama Rajapura. Rakyat Indragiri hidup dengan sejahtera, tenteram, dan damai. Para datuk memimpin dengan baik dan menjadi teladan bagi seluruh penduduk negeri.

Suatu hari, salah seorang datuk yang bernama Datuk Sakti, pergi menghiliri Sungai Indragiri. Saat itu Sungai Indragiri masih bernama Sungai Keruh. Datuk Sakti ingin melihat kehidupan rakyatnya yang hidup di sepanjang sungai tersebut.




Menjelang sore, Datuk Sakti menaiki sebuah tebing untuk mencari tempat beristirahat. Datuk Sakti kemudian memasuki hutan di dekat sungai. Sampailah dia di tepi sebuah kolam.
Air kolam itu sangat jernih, tenang, dan cemerlang bak loyang. Ketika Datuk Sakti sedang duduk beristirahat di bawah sebuah pohon besar, tiba-tiba ia dikejutkan oleh sekumpulan wanita cantik yang terbang turun dari angkasa. Datuk Sakti terperanjat bukan alang kepalang. “Amboi, elok sangat gadis-gadis itu. Apakah saya ini mimpi?” gumam Datuk Sakti sambil mengusap-usap matanya. “Ah, ini bukan mimpi,” ia gumam lagi untuk meyakinkan dirinya kalau yang dilihatnya itu benar-benar nyata. Ternyata benar, apa yang dilihatnya sungguhlah nyata.  

Dari balik pohon Datuk Sakti menyaksikan para bidadari itu melepas pakaian mereka yang indah, dan meletakkannya di pinggir kolam. Aduhai, sungguh mempesona tubuh para bidadari itu,” ucap Datuk Sakti kagum.

Para bidadari itu kemudian mandi dengan riang gembira, sambil bercanda dan bernyanyi. Suara mereka merdu bak buluh perindu, menghanyutkan hati bagi siapa saja yang mendengar.
Air kolam berkecipak berkilauan, memantulkan sinar matahari sore yang berwarna kuning keemasan.

Menjelang senja tiba, usailah para bidadari mandi. Mereka mengenakan pakaiannya kembali, dan secepat kilat terbang ke angkasa. Datuk Sakti yang terpukau segera tersadar. “Alangkah bahagianya kalau aku memiliki istri salah satu bidadari itu,” pikir Datuk Sakti.

Datuk Sakti termenung, memikirkan cara menangkap salah satu bidadari tersebut. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Senja itu adalah malam bulan purnama penuh, tentulah pada purnama berikutnya para bidadari akan datang lagi. Sepurnama itu Datuk Sakti terus berdoa. Doa akan merubah retak tangan yang telah digariskan Tuhan,” pikir Datuk Sakti. Dia puasa tujuh hari, mandi limau tujuh pagi tujuh petang, untuk membersihkan dirinya lahir batin.

Pada purnama berikutnya, Datuk Sakti bergegas pergi kembali ke Kolam Loyang tempat para bidadari mandi. Dia bersembunyi di balik semak yang rapat. Dia sangat berhati-hati sekali jangan sampai ketahuan oleh bidadari tersebut.
“Wah, aku harus berhati-hati. Jangan sampai ketahuan oleh mereka. Kalau mereka tahu, hancurlah harapanku selama ini,” katanya bertekad dalam hati. Benarlah! Menjelang sore, langit kemilau oleh cahaya terang yang mengiringi kedatangan para bidadari. Sebagaimana biasa, mereka menanggalkan pakaian dan mencebur ke dalam kolam, bersuka ria. Tengah para bidadari berkecipak-kecipung di air, Datuk Sakti diam-diam mengambil salah satu selendang yang ada di dekatnya.

Setelah senja, para bidadari tersebut mengenakan kembali pakaiannya. Tetapi, ada satu bidadari yang tidak menemukan selendangnya. Bidadari-bidadari lain tidak dapat menolongnya. Mereka harus kembali sebelum malam turun. Bidadari yang kehilangan selendang itu terpaksa mereka tinggalkan. Bidadari itu pun menangis tersedu-sedu dengan sedihnya. Tangisannya menusuk kalbu siapa saja yang mendengarnya.

Datuk Sakti keluar dari persembunyiannya, dan mendekati bidadari malang tersebut. “Wahai Bidadari cantik, ada apa gerangan kamu menangis?” sapa Datuk Sakti.
“Tuan, apabila Tuan mengetahui selendang saya, hamba mohon kembalikanlah selendang itu,” pinta Bidadari itu.

Datuk Sakti mengeluarkan selendang itu dari balik punggungnya, lalu berkata, “Aku akan mengembalikan selendang kamu tetapi dengan syarat, kamu bersedia menjadi istriku.” Dengan senyum yang tulus, sang Bidadari menjawab, “Ya, saya berjanji bersedia menikah dengan Tuan, asalkan Tuan sanggup berjanji pula untuk tidak menceritakan asal-asulku dan peristiwa ini kepada orang lain. Jika Tuan melanggar janji, berarti kita akan bercerai.” Syarat yang diajukan sang Bidadari sangatlah ringan bagi Datuk Sakti. “Baiklah, saya bersedia mengingat janji itu,” jawab Datuk Sakti. Lalu, Datuk Sakti membawa Bidadari itu ke rumahnya.   

Masa berlalu. Mereka menikah dan hidup berbahagia. Tiada berapa lama, bidadari itu melahirkan anak laki-laki, disusul anak perempuan. Anak-anak itu tumbuh sehat, cerdas, dan rupawan. Datuk Sakti melatih anak laki-lakinya hingga tangkas bersilat, berburu, berniaga, dan berlayar.
Sang Bidadari mengajari anak perempuannya menenun, memasak, merawat rumah, dan bertanam padi.

Keluarga Datuk Sakti terlihat sempurna. Semua orang kagum dan memuji kecantikan paras, keelokan perilaku, serta kepandaian sang Bidadari. Datuk Sakti sangat bangga akan istrinya, hingga lupa dengan janjinya pada sang Bidadari. Tanpa sadar, dia bercerita bahwa istrinya adalah bidadari dari kahyangan. Dia menangkapnya saat mandi di Kolam Loyang.

Setelah mendengar cerita Datuk Sakti, pada setiap malam purnama orang-orang berduyun-duyun ke Kolam Loyang untuk berburu bidadari.
Mereka bersaing, berebut, bahkan saling bertikai untuk mendapatkan semak lebat yang terdekat dengan kolam. Tetapi mereka pulang dengan tangan hampa, karena semenjak ada salah satu bidadari kehilangan selendang, para bidadari yang lain tidak berani lagi mandi di Kolam Loyang.

Mengetahui Datuk Sakti telah melanggar janjinya, sang Bidadari sangat sedih dan marah. Sambil menangis dia mengambil selendangnya. “Karena rahasia kita telah Kakanda bongkar, aku akan kembali ke langit.
Tolong pelihara putra-putri kita, agar menjadi orang yang berguna. Selamat tinggal,” sang Bidadari pamit, lalu terbang ke angkasa. Sejak saat itu, sang Bidadari tidak pernah lagi kembali ke Kolam Loyang mand-mandi.

Datuk Sakti sangat sedih dan menyesal, tetapi nasi telah menjadi bubur. Akhirnya dia menerima takdirnya dan membesarkan anak-anaknya dengan baik. Kedua anak itu tumbuh menjadi jejaka dan gadis yang rupawan, pandai, dan baik budi. Semua orang menyukai mereka. Pada setiap malam purnama, Dauk Sakti dan putra-putrinya pergi ke Kolam Loyang untuk mengenang ibundanya. Mereka juga berdoa agar sang Bidadari bahagia di kahyangan.

Sejak peristiwa tersebut, desa tempat mereka hidup itu kemudian mereka beri nama Keloyang, yaitu diambil dari kata Kolam Loyang. Saat ini, desa tersebut telah berkembang dan dikenal dengan nama Kelayang, salah satu nama kecamatan di Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau, Indonesia.
Kelayang dibentuk menjadi kecamatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 tahun 1995. Di samping itu, juga terdapat sebuah desa yang bernama Kelayang di wilayah Kecamatan Kelayang.

Hingga kini, pemerintah daerah Indragiri Hulu telah mengeluarkan kebijakan sebagai upaya untuk menghargai dan melestarikan Kolam Loyang di Kecamatan Kelayang, karena Kolam Loyang ini merupakan icon kebudayaan masyarakat di daerah itu. (SM/sas/7/07-07).

Sumber :
  • Isi cerita disadur dari Mahyudin Al Mudra dan Tuti Sumarningsih. Mahligai Keloyang: Asal Mula Nama Kelayang. Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu bekerja sama dengan Adicita Karya Nusa, 2005.
  • Elmustian Rahman. Cerita Rakyat Indragiri Hulu: Mahligai Keloyang dan Sejumlah Cerita Lainnya. Pekanbaru: Unri Press, 2003

Hikayat hangtuah kesatria Melayu (Riau)

 
Hikayat Hang Tuah

Pada suatu ketika ada seorang pemuda yang bernama Hang Tuah, anak HangMahmud. Mereka bertempat tinggal di Sungai Duyung. Pada saat itu, semua orangdi Sungai Duyung mendengar kabar teng Raja Bintan yang baik dan sopan kepadasemua rakyatnya.Ketika Hang Mahmud mendengar kabar itu, Hang Mahmud berkata kepadaistrinya yang bernama Dang Merdu,”Ayo kita pergi ke Bintan, negri yang besar itu,apalagi kita ini orang yang yang miskin. Lebih baik kita pergi ke Bintan agar lebihmudah mencari pekerjaan.”Lalu pada malam harinya, Hang Mahmud bermimpi bulan turun dari langit.Cahayanya penuh di atas kepala Hang Tuah. Hang Mahmudpun terbangun danmengangkat anaknya serta menciumnya. Seluruh tubuh Hang Tuah berbau sepertiwangi-wangian. Siang harinya, Hang Mahmud pun menceritakan mimpinya kepadaistri dan anaknya. Setelah mendengar kata suaminya, Dang Merdu pun langsungmemandikan dan melulurkan anaknya.Setelah itu, ia memberikan anaknya itu kain,baju, dan ikat kepala serbaputih. Lalu Dang Merdu member makan Hang Tuah nasi kunyit dan telur ayam,ibunya juga memanggil para pemuka agama untuk mendoakan selamatan untukHang Tuah. Setelah selesai dipeluknyalah anaknya itu.Lalu kata Hang Mahmud kepada istrinya,”Adapun anak kita ini kita jaga baik-baik, jangan diberi main jauh-jauh.”Keesokan harinya, seperti biasa Hang Tuah membelah kayu untukpersediaan. Lalu ada pemberontak yang datang ke tengah pasar, banyak orangyang mati dan luka-luka. Orang-orang pemilik took meninggalkan tokonya danmelarikan diri ke kampong. Gemparlah negri Bintan itu dan terjadi kekacauandimana-mana. Ada seorang yang sedang melarikan diri berkata kepada Hang Tuah,”Hai, Hang Tuah, hendak matikah kau tidak mau masuk ke kampung.?”Maka kata Hang Tuah sambil membelah kayu,”Negri ini memiliki prajurit danpegawai yang akan membunuh, ia pun akan mati olehnya.”Waktu ia sedang berbicara ibunya melihat bahwa pemberontak itu menuju Hang Tuah samil menghunuskan kerisnya. Maka ibunya berteriak dari atas toko,katanya,”Hai, anakku, cepat lari ke atas toko!”Hang Tuah mendengarkan kata ibunya, iapun langsung bangkit berdiri danmemegang kapaknya menunggu amarah pemberontak itu. Pemberontak itu datangke hadapan Hang Tuah lalu menikamnya bertubi-tubi. Maka Hang Tuah punMelompat dan mengelak dari tikaman orang itu. Hang Tuah lalu mengayunkankapaknya ke kepala orang itu, lalu terbelalah kepala orang itu dan mati. Maka kataseorang anak yang menyaksikannya,”Dia akan menjadi perwira besar di tanahMelayu ini.” Terdengarlah berita itu oleh keempat kawannya, Hang Jebat, Hang Kesturi,Hang Lekir, dan Hang Lekui.
 
Mereka pun langsung berlari-lari mendapatkan Hang Tuah. Hang Jebat danHang Kesturi bertanya kepadanya,”Apakah benar engkau membunuh pemberontakdengan kapak?”Hang Tuah pun tersenyum dan menjawab,”Pemberontak itu tidak pantasdibunuh dengan keris, melainkan dengan kapak untuk kayu.”Kemudian karena kejadian itu, baginda raja sangat mensyukuri adanya sangHang Tuah. Jika ia tidak datang ke istana, pasti ia akan dipanggil oleh Sang Raja.Maka Tumenggung pun berdiskusi dengan pegawai-pegawai lain yang juga iri hatikepada Hang Tuah. Setelah diskusi itu, datanglah mereka ke hadapan Sang Raja.Maka saat sang Baginda sedang duduk di tahtanya bersama parabawahannya, Tumenggung dan segala pegawai-pegawainya datang berlutut, lalumenyembah Sang Raja, “Hormat tuanku, saya mohon ampun dan berkat, adabanyak berita tentang penghianatan yang sampai kepada saya. Berita-berita itusudah lama saya dengar dari para pegawai-pegawai saya.”Setelah Sang Baginda mendengar hal itu, maka Raja pun terkejut lalubertanya, “Hai kalian semua, apa saja yang telah kalian ketahui?”Maka seluruh menteri-menteri itu menjawab, “Hormat tuanku, pegawai sayayang hina tidak berani datang, tetapi dia yang berkuasa itulah yang melakukan halini.”Maka Baginda bertitah, “Hai Tumenggung, katakana saja, kita akanmembalasanya.”Maka Tumenggung menjawab, “Hormat tuanku, saya mohon ampun dan berkat,untuk datang saja hamba takut, karena yang melakukan hal itu, tuan sangatmenyukainya. Baiklah kalau tuan percaya pada perkataan saya, karena jika tidak,alangkah buruknya nama baik hamba, seolah-olah menjelek-jelekkan orang itu.Setelah Baginda mendengar kata-kata Tumenggung yang sedemikian itu,maka Baginda bertitah, “Siapakah orang itu, Sang Hang Tuah kah?”Maka Tumenggung menjawab, “Siapa lagi yang berani melakukannya selainHang Tuah itu. Saat pegawai-pegawai hamba memberitahukan hal ini pada hamba,hamba sendiri juga tidak percaya, lalu hamba melihat Sang Tuah sedang berbicaradengan seorang perempuan di istana tuan ini. Perempuan tersebut bernama DangSetia. Hamba takut ia melakukan sesuatu pada perempuan itu, maka hambadengan dikawal datang untuk mengawasi mereka.”Setelah Baginda mendengar hal itu, murkalah ia, sampai mukanya berwarnamerah padam. Lalu ia bertitah kepada para pegawai yang berhati jahat itu,“Pergilah, singkirkanlah si durhaka itu!”Maka Hang Tuah pun tidak pernah terdengar lagi di dalam negri itu, tetapi si Tuah tidak mati, karena si Tuah itu perwira besar, apalagi di menjadi wali Allah.Kabarnya sekarang ini Hang Tuah berada di puncak dulu Sungai Perak, di sana iaduduk menjadi raja segala Batak dan orang hutan. Sekarang pun raja ingin bertemu
 
dengan seseorang, lalu ditanyainya orang itu dan ia berkata, “Tidakkah tuan inginmempunyai istri?”Lalu jawabnya, “Saya tidak ingin mempunyai istri lagi.”Demikianlah cerita Hikayat Hang Tuah.